Tuhan Lepaskanku Dari Ketidakwarasanku

Family / 21 September 2009

Kalangan Sendiri

Tuhan Lepaskanku Dari Ketidakwarasanku

Budhi Marpaung Official Writer
9187

"Semenjak papa saya meninggal, saya menjadi tidak percaya diri, saya menjadi kehilangan semangat. Saya merasa minder sama teman-teman karena melihat teman-teman saya bisa mengobrol sama papa mereka, sama orang tua mereka, sedangkan saya tidak bisa seperti itu. Saya juga tidak berapa lama setelah papa meninggal harus sekolah dan dalam masa sekolah itu saya harus berpisah dengan mama dan saya sendirian," ujar Andreas membuka kesaksiannya.

Kehilangan ayah yang dicintainya membuat Andreas hidup dalam kesedihan yang mendalam sampai akhirnya ia menemukan apa yang ia cari, yakni narkoba.

Andreas remaja bukanlah remaja pada umumnya. Ia lebih memilih bergaul dengan orang-orang yang lebih dewasa darinya daripada orang seusianya. Penerimaan dan perlindungan yang ia dapatkan dari teman-teman dewasanya itu membuat dirinya lebih nyaman berada dalam lingkungan tersebut.

Walau masih berusia belia, tetapi Andreas juga bisa membelikan sesuatu kepada teman-teman dewasanya, seperti narkoba maupun minuman keras. Uang membeli barang-barang itu ia dapat dari ibunya.

Semakin hari kelakuan Andreas semakin brutal tidak hanya kepada teman-teman sekelasnya, tetapi juga kepada wanita yang telah melahirkannya.  

"Aku tidak punya hormat kepada orang tua, aku suka melawan , aku suka maksa. Pengen apa, pengen apa, pokoknya harus ada gitu," ujarnya. "Orangtuaku pun sampai pingsan melihat keadaan aku kayak gitu. Karena ya kebutuhan. Aku pengen pake narkoba, tetapi aku gak punya uang. Akhirnya aku paksain ke orang tua."

Keinginannya untuk menggunakan Narkoba, membuat Andreas harus terus mengeluarkan biaya yang besar. Sampe setamat sekolah, ia mencoba merantau ke Jakarta untuk mencari uang demi memenuhi kebutuhannya akan barang haram tersebut.

Tujuan pertama ke Jakarta adalah menemui saudaranya. Berharap bahwa saudaranya tersebut akan membantunya memberikan pekerjaan, ternyata hanya kenyataan pahit yang ia terima. Saudaranya tidak bisa memberikan ia pekerjaan, bahkan ia disarankan untuk kembali ke Lampung, kota asalnya.

"Aku pulang, aku kecewa juga, sakit hati juga. Pulang ke Lampung lagi, aku tidak tahu mau kemana lagi. Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi. Sekolah, ya sudah SMA, tidak tahu mau lanjutin ke mana lagi. Mau melamar kerja, gak tahu mau melamar kerja apa. Mau pulang, gak tahu mau pulang kemana lagi. Semua keluarga telah antipati sama aku. Yah, aku baliknya mabuk lagi, kumpul sama teman-teman lagi. Bosanlah hadapin kehidupan seperti itu."

Jenuh dengan kehidupannya yang seperti itu, Andreas pun mencari cara agar hidupnya bisa berakhir. Narkoba yang sering dikonsumsinya, ia campurkan dengan minuman keras, tujuannya adalah agar meninggal tanpa rasa sakit. Tetapi, itu tidak pernah membuatnya meninggal.

Frustasi akan keadaan dirinya yang sudah kehilangan arah, perilaku Andreas pun semakin aneh layaknya seorang yang kurang waras (gila). Suatu kali, masih dalam keadaannya yang tidak sehat secara mental itu, ia melompat ke dalam sumur karena merasa mendengar ada suara yang menyuruhnya melakukan itu. Tetapi, lagi-lagi Tuhan ternyata begitu sayang kepadanya. Andreas tidak terluka apa-apa karena sumur tersebut ternyata dangkal.

Tindakan-tindakan kurang wajar terus diperlihatkan Andreas ketika itu, mulai dari masuk ke rumah orang lain tanpa izin sampai mengambil barang-barang toko tanpa membayar terlebih dahulu. Semuanya itu, kenang Andreas, diluar kendalinya.

Suatu waktu, ketika ia sedang berjalan di pinggiran jalan raya, ada sebuah mobil yang mendekati dirinya. Pemilik mobil tersebut menawarinya makan. Seperti mendapat durian runtuh, kesempatan itu pun tidak disia-siakan olehnya dan ia pun masuk ke dalam mobil tersebut. Namun, ternyata pemilik mobil itu bukan membawanya ke rumah makan, tetapi ke rumah sakit jiwa.

Di rumah sakit jiwa, kehidupan Andreas seperti terkungkung. Ia tidak bisa bebas menjalani hari-harinya. Obat-obatan dari rumah sakit jiwa itu menjadi konsumsinya ketika itu. Perasaan dikucilkan oleh keluarga pun hinggap dalam dirinya. Namun, itu tidak berlangsung lama. Ibunya yang berada di Bengkulu pun akhirnya datang melihat kondisi putera kesayangannya.

Kaget, sedih, terharu bercampur dalam diri Andreas ketika melihat ibunya datang menemuinya. Rasa dihargai yang semenjak papanya meninggal kembali muncul. Ia sadar masih ada orang yang peduli kepadanya di dunia ini.

Melihat kondisi Andreas yang memprihatinkan di rumah sakit jiwa membuat hati sang mama menjadi begitu sedih. Melalui seorang teman, mamanya kemudian membawa Andreas ke Pondok Anugerah di Bandung dengan harapan agar Andreas dapat disembuhkan.

"Dia mulai cari jalan yang terbaik. Dia mulai cerita sama aku, dia mulai tanya-tanya tempat dimana aku dapat diobati, dipulihkan. Ternyata dia kenal dengan seorang pendeta dan pendeta itu memberikan saran untuk saya dititipkan di rehabilitasi di Bandung di bawah pimpinan Pungki Yahya. Dan mama saya mengambil keputusan untuk menjemput saya dari rumah sakit jiwa. Dan saya diantar ke Bandung, ke Pondok Anugerah, tempat saya sekarang melayani,"ujarnya.

"Pada waktu itu saya melihat Andreas, waduh benar-benar berat ya. Itu badannya itu sudah tidak seperti manusia; tangannya kecil, kepalanya kecil, perutnya gede. Jadi bentuknya tidak seperti manusia. Tetapi, ngeliatnya kasian gitu," aku Pungki Yahya. "Andreas pendiam, pemurung, sering marah-marah, sering ngomong sendiri, segala macam, ketawa, pokoknya sulit diatur aja, liar, ngamuk-ngamuk."

Semakin hari perubahan mulai nampak dalam diri Andreas. Ia mulai mengikuti kegiatan doa dan puasa di Pondok Anugerah.

"Saya mulai berdoa mengajak mereka semua doa puasa Ester. Seringkali kita konseling, kita doakan, kita sirami dengan firman Tuhan. Hari lepas hari, berubah," ujar Pungki Yahya.  

"Yang aku rasain saat aku ikuti puasa Ester, aku merasakan banyak perubahan dalam diriku. Hubungan terhadap keluarga mulai Tuhan pulihkan, Tuhan bukakan. Bisa berinteraksilah dengan teman-teman gitu lho. Bisa mengerti apa yang mereka mau dalam kehidupanku. Aku merasa disitu hidupku benar-benar dipulihkan," ungkap Andreas.

Tidak hanya secara mental, fisik Andreas pun turut berubah.  

"Sekarang udah kelihatan ya seperti manusia. Udah cakep, ganteng. Dulu luar biasa tidak berbentuk. Badannya, wajahnya, kulitnya kayaknya gak pernah mandi. Tapi, sekarang udah ganteng tuh liat, udah baik dan sekarang benar-benar menjadi mata air, berguna bagi orang-orang yang pernah dialami Andreas sendiri." kata Pungki Yahya dengan wajah sumringah.

Andreas sangat bersyukur bisa berada di Pondok Anugerah karena disana ia bertemu dengan Tuhan, pribadi yang melepaskan dan menyembuhkan dirinya.

"Yang aku dapetin dari Pondok Anugerah banyak hal yang bener-bener menjadi sesuatu hal yang baru lah dalam kehidupan aku yang tidak pernah aku dapetin saat memakai narkoba, saat di rumah sakit jiwa, yakni aku mengenal pribadi Tuhan Yesus. Aku merasa eh benar ya, pribadi Yesus tuh punya kuasa banget gitu. Dia nyata itu, bukan istilah seperti yang aku pikirkan selama ini, sekedar dongeng. Ia bisa sembuhkan aku, bisa memulihkan kehidupan aku, bisa mengubahlah. Segala sesuatu yang kuanggap udah gak ada, ternyata setelah saya mengenal Tuhan Yesus, jalan-jalannya terbuka semuanya." ujar Andreas menutup kesaksiannya. (Kisah ini ditayangkan pada 21 September 2009 pada acara Solusi Life O'Channel).

Sumber Kesaksian:  
Gabriel Andreas
Sumber : V090623095752
Halaman :
1

Ikuti Kami